Selasa, 29 Juli 2008

Profesi Mulia Yang Ditinggalkan Wanita Bagian 2 (Habis)

Anas bin Malik menceritakan sebuah kisah, "Satu hari beberapa wanita mendatangi Rasulullah saw dan bertanya: "Ya Rasulullah. Kaum lelaki kembali dengan membawa pahala perjuangan di jalan Allah; sedang kami tidak mempunyai cara untuk dapat seperti mereka?" Mendengar ini beliau pun bersabda: "Jangan takut, tenanglah kalian! Mengurus rumah tangga kalian masing-masing dengan sungguh-sungguh dapat mengejar pahala syahid di jalan Alah seperti mereka."

Walaupun pekerjaan domestik ini tak memberikan penghasilan secara langsung, tetapi memberikan manfaat sangat besar bagi seluruh anggota keluarga. Rumah yang bersih, sehat, rapi, indah dan nyaman ditinggali, tak mungkin tercipta tanpa dukungan keahlian urusan domestik. Dari surga dunia inilah muncul ide-ide brilyan dari seluruh anggota keluarga tersebut dalam bidang masing-masing. Ayah menemukan semangat bekerja dari kenyamanan tidur dan istirahatnya di rumah.

Anak-anak pun menemukan keriangannya bermain dan belajar dari suasana rumah yang ditata bersih dan menyenangkan. Anda yang ingin lebih menyelami makna pentingnya urusan domestik ini, cobalah untuk berhenti satu atau dua hari saja untuk tidak menyapu dan mengepel rumah, tidak mencuci dan menyeterika baju, serta tidak memasak di dapur.
Bagaimana jadinya keluarga Anda? Satu poin lagi untuk urusan domestik yang kerap dianggap sepele, adalah merawat dan mendidik anak. Salah sama sekali jika menganggap ini hal yang mudah dan remeh. Sebuah anggukan wajah, atau sekedar senyumam di ujung bibir, juga belaian tangan ibu di pundak anak, ternyata sangat menentukan bagi puluhan ribu hari berikutnya yang masih harus ia lewati. Satu detik keikhlasan ibu merawat anak, bisa menjadi bibit keuntungan jutaan rupiah yang kelak didapatkan anak dari kesuksesannya setelah dewasa.

Beratnya beban urusan domestik ini, nampaknya seimbang dengan janji syahid yang diberikan oleh Allah swt kepada kaum ibu yang menunaikannya dengan baik. Pekerjaan ini bisa menjadi salah satu alternatif tercepat memperoleh surga bagi mereka. Begitu mulianya pekerjaan ini sehingga Rasulullah memberikan dorongan penuh kepada putri tercintanya, Fatimah ra, untuk tidak meninggalkan peran ini, walau seberat apapun beban yang harus ditanggungnya.

Fatimah sang putri, yang bersuamikan Ali bin Abi Thalib, hidup dalam keadaan miskin, sehingga ia harus membanting tulang untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga. Diriwayatkan Abu Daud bagaimana Ali mengisahkan tentang istrinya ini, "Suatu ketika Fatimah putri Nabi saw berada di dekatku. Dia memutar gilingan hingga lecet tangannya, dia memanggul girbah air hingga lecet pundaknya, dan dia menyapu rumah hingga berdebu pakaiannya." Dalam riwayat Abu Daud yang lain ditambahkan; "Fatimah membuat roti sehingga warna mukanya berubah (terkena arang)."
Suatu ketika Ali mendesak istrinya untuk memohon kepada ayahandanya agar diberi bantuan seorang hamba yang diperoleh Rasulullah saw sebagai hasil jarahan perang, demi meringankan pekerjaan-pekerjaannya. Namun Rasulullah menolak permintaan putri tercintanya itu, sambil membesarkan hati Fatimah dan Ali dengan mengatakan, "Maukah kalian aku beritahu mengenai sesuatu yang lebih baik dari yang kalian minta? Apabila kalian sudah siap di tempat tidur kalian, maka hendaklah kalian baca tasbih tiga puluh tiga kali, tahmid tiga puluh tiga kali, dan takbir tiga puluh empat kali. Hal itu lebih baik buat kalian dari pada seorang pelayan." (HR Bukhari dan Muslim). Rupanya beliau menginginkan Fatimah memperoleh surganya dengan melalui ujian dalam rumah tangganya tersebut.

Apa Kewajiban Suami? Suami telah diberi amanah oleh Allah untuk menjadi pemimpin keluarga. (An Nisa' 24). Agar kewajiban itu dapat terlaksana, maka istri sebagai anggota keluarga wajib mendukung kewajiban suami tersebut. Bagaimana caranya memberi dukungan? Yaitu dengan memberikan ketaatannya kepada sang pemimpin keluarga. Untuk mempertegas hal tersebut, melalui beragam haditsnya, Rasulullah telah mempertegas kewajiban istri untuk taat kepada suami. Semua itu diatur agar kepemimpinan suami bisa terlaksana dengan baik.

Dianalogikan dengan keseimbangan tersebut, maka jika ternyata istri mengemban kewajiban menjadi manajer rumah tangga yang mengurus anak dan urusan domestik rumah tangga, maka suami pun wajib pula mendukungnya. Sama persis seperti dukungan yang diberikan istri untuk taat kepadanya, dalam rangka mendukung kewajibannya sebagai pemimpin keluarga. Lantas, bagaimana bentuk dukungan yang wajib diberikan suami untuk menyukseskan tugas istri dalam menangani urusan domestik ?
Yaitu, dengan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan istri dalam melaksanakan tugasnya tersebut. Kewajiban suamilah untuk mencukupi fasilitas tersebut, sesuai dengan kemampuannya dalam mencari nafkah. Keberadaan fasilitas seperti mesin cuci, almari es dan kompor gas, misalnya, tentu saja akan sangat membantu meringankan pekerjaan urusan domestik. Atau dengan menggaji orang yang membantu meringankan pekerjaan teknis operasional rumah tangga sehari-hari. Semakin banyak fasilitas bisa diberikan tentu lebih baik, karena akan meringankan beban istri, sehingga istri bisa memiliki waktu dan tenaga lebih banyak untuk bisa dipergunakan menangani pekerjaan-pekerjaan lain baik untuk keluarga ataupun untuk ummat. Rasulullah saw sendiri menyediakan pelayan khusus untuk mengatur urusan kerumahtanggaan istri-istri beliau. Sementara masing-masing istri pun memiliki pula budak-budak perempuan yang senantiasa menemani dan memberikan bantuan. Hal ini membuat Aisyah ra bisa meluangkan waktu untuk mempelajari berbagai sisi keilmuan dan melayani kebutuhan kaum muslimah sehingga nantinya ia menjadi ahli hadits dan menjadi guru dari banyak sahabat. Istri Rasulullah saw yang lain, seperti Hafshah, sempat mempelajari keahlian menulis kaligrafi, sementara Zainab berkonsentrasi membuka usaha ketrampilan tangan di rumahnya sehingga bisa memperoleh penghasilan sendiri.

Lantas bagaimana jika nafkah yang diperoleh suami tak mencukupi untuk memberikan fasilitas tersebut? Tak mengapa, karena banyaknya fasilitas tak bisa ditetapkan dengan standar tertentu. Semuanya tergantung dari perolehan penghasilan masing-masing keluarga. Jika memang rejeki keluarga tersebut sedikit, maka suami wajib mendukung tugas istri dengan memberikan bantuan langsung.
Rasulullah saw memberi contoh dengan sesekali mengurus sendiri keperluan-keperluannya. Beliau menjahit sendiri baju-baju yang sobek. Tentang bantuan itu, Aisyah berkata, "Beliau yang menjahit kainnya, menjahit sepatunya, dan mengerjakan apa yang biasa dikerjakan oleh kaum laki-laki di rumah mereka." (HR Bukhari) Dari al-Aswad, dia berkata; "Aku pernah bertanya kepada Aisyah mengenai apa yang dilakukan oleh Nabi saw di rumah beliau. Aisyah mengatakan; `Beliau biasanya suka membantu urusan keluarganya. Lalu bila waktu shalat tiba, beliau pergi untuk mengerjakan shalat.' (HR Bukhari)•

Kiriman sdr. M Zoehry tgl 31/okt/2003

Read More..

Kamis, 12 Juni 2008

Jika Kau Menjadi Istriku Nanti

Author: Abu Aufa

Jika seorang lelaki ingin menarik hati seorang wanita, biasanya yang ditebarkan adalah berjuta-juta kata puitis bin manis, penuh janji-janji untuk memikat hati, "Jika kau menjadi istriku nanti, percayalah aku satu-satunya yang bisa membahagiakanmu," atau "Jika kau menjadi istriku nanti, hanya dirimu di hatiku" dan "bla...bla...bla..." Sang wanita pun tersipu malu, hidungnya kembang kempis, sambil menundukkan kepala, "Aih...aih..., abang bisa aja." Onde mande, rancak bana !!!

Lidah yang biasanya kelu untuk berbicara saat bertemu gebetan, tiba-tiba jadi luwes, kadang dibumbui 'ancaman' hanya karena keinginan untuk mendapatkan doi seorang. Kalo ada yang coba-coba main mata ama si doi, "Jangan macem-macem lu, gue punya nih!" Amboi... belum dinikahi kok udah ngaku-ngaku miliknya dia ya? Lha, yang udah nikah aja ngerti kalo pasangannya itu sebenarnya milik Allah SWT.
Emang iya sih, wanita biasanya lebih terpikat dengan lelaki yang bisa menyakinkan dirinya apabila ntar udah menikah bakal selalu sayang hingga ujung waktu, serta bisa membimbingnya kelak kepada keridhoan Allah SWT. Bukan lelaki yang janji-janji mulu, tanpa berbuat yang nyata, atau lelaki yang gak berani mengajaknya menikah dengan 1001 alasan yang di buat-buat.
Kalo lelaki yang datang serta mengucapkan janjinya itu adalah seseorang yang emang kita kenal taat ibadah, akhlak serta budi pekertinya laksana Rasulullah SAW atau Ali bin Abi Thalib r.a., ini sih gak perlu ditunda jawabannya, cepet-cepet kepala dianggukkan, daripada diambil orang lain, iya gak? Namun realita yang terjadi, terkadang yang datang itu justru tipe seperti Ramli, Si Raja Chatting, atau malah Arjuna, Si Pencari Cinta, yang hanya mengumbar janji-janji palsu, lalu bagaimana sang wanita bisa percaya dan yakin dengan janjinya?
Nah...
Berarti masalahnya adalah bagaimana cara kita menjelaskan calon pasangan untuk percaya dengan kita? Pusying... pusying... gimana caranya ya? Ih nyantai aja, semua itu telah diatur dalam syariat Islam kok, karena caranya bisa dengan proses ta'aruf. Apa sih yang harus dilakukan dalam ta'aruf? Apa iya, seperti ucapan janji-janji seperti diatas?
Ta'aruf sering diartikan 'perkenalan', kalau dihubungkan dengan pernikahan maka ta'aruf adalah proses saling mengenal antara calon laki-laki dan perempuan sebelum proses khitbah dan pernikahan. Karena itu perbincangan dalam ta'aruf menjadi sesuatu yang penting sebelum melangkah ke proses berikutnya. Pada tahapan ini setiap calon pasangan dapat saling mengukur diri, cocok gak ya dengan dirinya. Lalu, apa aja sih yang mesti diungkapkan kepada sang calon saat ta'aruf?

1. Keadaan Keluarga
Jelasin ke calon pasangan tentang anggota keluarga masing-masing, berapa jumlah sodara, anak keberapa, gimana tingkat pendidikan, pekerjaan, dll. Bukan apa-apa, siapa tahu dapat calon suami yang anak tunggal, bokap ama nyokap kaya 7 turunan, sholat dan ibadahnya bagus banget, guanteng abis, lagi kuliah di Jepang (ehm), pokoknya selangit deh! Kalo ketemu tipe begini, sebelum dia atau mediatornya selesai ngomong langsung kasih kode, panggil ortu ke dalam bentar, lalu bilang "Abi, boljug tuh kaya' ginian jangan dianggurin nih. Moga-moga gak lama lagi langsung dikhitbah ya Bi, kan bisa diajak ke Jepang!" Lho? :D

2. Harapan dan Prinsip Hidup
Warna kehidupan kelak ditentukan dengan visi misi suatu keluarga lho, terutama sang suami karena ia adalah qowwan dalam suatu keluarga. Sebagai pemimpin ia laksana nahkoda sebuah bahtera, mau jalannya lempeng atau sradak-sruduk, itu adalah kemahirannya dalam memegang kemudi. Karena itu setiap calon pasangan kudu tau harapan dan prinsip hidup masing-masing. Misalnya nih, "Jika kau menjadi istriku nanti, harapanku semoga kita semakin dekat kepada Allah" atau "Jika kau menjadi istriku nanti, mari bersama mewujudkan keluarga sakinah, rahmah, mawaddah." Kalo harapan dan janjinya seperti ini, kudu' diterima tuh, insya Allah janjinya disaksikan Allah SWT dan para malaikat. Jadi kalo suatu saat dia gak nepatin janji, tinggal didoakan, "Ya Allah... suamiku omdo nih, janjinya gak ditepatin, coba deh sekali-kali dianya...," hush...! Gak boleh doakan suami yang gak baik lho, siapa tahu ia-nya khilaf kan?

3. Kesukaan dan Yang Tidak Disukai
Dari awal sebaiknya dijelasin apa yang disukai, atau apa yang kurang disukai, jadinya nanti pada saat telah menjalani kehidupan rumah tangga bisa saling memahami, karena toh udah dijelaskan dari awalnya. Dalam pelayaran bahtera rumah tangga butuh saling pengertian, contoh sederhananya, istri yang suka masakan pedas sekali-kali masaknya jangan terlalu pedas, karena suaminya kurang suka. Suami yang emang hobinya berantakin rumah (karena lama jadi bujangan), setelah menikah mungkin bisa belajar lebih rapi, dll. Semua ini menjadi lebih mudah dilakukan karena telah dijelaskan saat ta'aruf. Namun harus diingat, menikah itu bukan untuk merubah pasangan lho, namun juga lantas bukan bersikap seolah-olah belum menikah. Perubahan sikap dan kepribadian dalam tingkat tertentu wajar aja-kan? Dan juga hendaknya perubahan yang terjadi adalah natural, tidak saling memaksa.

4. Ketakwaan Calon Pasangan
Apa yang terpenting pada saat ta'aruf? Yang mestinya menduduki prioritas tertinggi adalah bagaimana nilai ketakwaan lelaki tersebut. Ketakwaan disini adalah ketaatan kepada Allah SWT lho, bukan nilai 'KETAKutan WAlimahAN' :D Karena apabila seorang lelaki senang, ia akan menghormati istrinya, dan jika ia tidak menyenanginya, ia tidak suka berbuat zalim kepadanya. Gimana dong caranya untuk melihat lelaki itu bertakwa atau tidak? Tanyakan kepada orang-orang yang dekat dengan dirinya, misalnya kerabat dekat, tetangga dekat, atau sahabatnya tentang ketaatannya menjalankan ketentuan pokok yang menjadi rukun Iman dan Islam dengan benar. Misalnya tentang sholat 5 waktu, puasa Ramadhan, atau pula gimana sikapnya kepada tetangga atau orang yang lebih tua, dan lain-lain. Apalagi bila lelaki itu juga rajin melakukan ibadah sunnah, wah... yang begini ini nih, 'calon suami kesayangan Allah dan mertua.'

Inget lho, ta'aruf hanyalah proses mengenal, belum ada ikatan untuk kelak pasti akan menikah, kecuali kalau sudah masuk proses yang namanya khitbah. Nah kadang jadi 'penyakit' nih, karena alasan "Kan masih mau ta'aruf dulu..." lalu ta'rufnya buanyak buanget, sana-sini dita'arufin. Abis itu jadi bingung sendiri, "Yang mana ya yang mau diajak nikah, kok sana-sini ada kurangnya?"
Wah..., kalo nyari yang mulia seperti Khadijah, setaqwa Aisyah atau setabah Fatimah Az-Zahra, pertanyaannya apakah diri ini pun sesempurna Rasulullah SAW atau sesholeh Ali bin Abi Thalib r.a.? Nah lho...!!!

Apabila hukum pernikahan seorang laki-laki telah masuk kategori wajib, dan segalanya pun telah terencana dengan matang dan baik, maka ingatlah kata-kata bijak, 'jika berani menyelam ke dasar laut mengapa terus bermain di kubangan, kalau siap berperang mengapa cuma bermimpi menjadi pahlawan?'

Ya akhi wa ukhti fillah,
Semoga antum segera dipertemukan dengan pasangan hidup, dikumpulkan dalam kebaikan, kebahagiaan, kemesraan, canda tawa yang tak putus-putusnya mengisi rongga kehidupan rumah tangga. Kalaupun nanti ada air mata yang menetes, semoga itu adalah air mata kebahagiaan, tanda kesyukuran kepada Allah SWT karena Ia telah memberikan pasangan hidup yang selalu bersama mengharap keridhoan-Nya, aamiin allahumma aamiin.
Barakallahulaka barakallahu'alaika wajama'a bainakuma fii khairin.
Wallahu a'lam bishowab,
*IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA*
Al-Hubb Fillah wa Lillah,

Abu Aufa


Kiriman sdri. Nita Nuraini tgl 11 Juni 2008

Read More..

Kamis, 05 Juni 2008

Lemah Lembut Dan Menahan Amarah

Kelemah lembutan adalah akhlak yang mulia. Ia berada diantara dua akhlak yang rendah dan jelek, yaitu kemarahan dan kebodohan. Bila seorang hamba menghadapi masalah hidupnya dengan kemarahan dan emosional, akan tertutuplah akal dan pikirannya yang akhirnya menimbulkan perkara-perkara yang tidak diridhoi Allah Ta'ala dan rasul- Nya. Dan jika hamba tersebut menyelesaikan masalahnya dengan kebodohan dirinya, niscaya ia akan dihinakan manusia. Namun jika ia hadapi dengan ilmu dan kelemahlembutan, ia akan mulia di sisi Allah Ta'ala dan makhluk-makhluk-Nya. Orang yang memiliki akhlak lemah lembut ini, Insya Allah akan dapat menyelesaikan problema hidupnya tanpa harus merugikan orang lain dan dirinya sendiri.

Melatih diri untuk dapat memiliki akhlak mulia ini dapat dimulai dengan menahan diri ketika marah dan mempertimbangkan baik buruknya suatu perkara sebelum bertindak. Karena setiap manusia tidak pernah terpisah dari problema hidup, jika ia tidak membekali dirinya dengan akhlak ini, niscaya ia akan gagal untuk menyelesaikan problemnya. Dengan agungnya akhlak ini hingga Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa sallam memuji sahabatnya Asyaj Abdul Qais dengan sabdanya : " Sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang dicintai Allah yakni sifat lemah lembut (sabar) dan ketenangan (tidak tergesa-gesa)." (H.R Muslim). Akhlak mulia ini terkadang diabaikan oleh manusia ketika amarah telah menguasai diri mereka, sehingga tindakannya pun berdampak negatif bagi dirinya ataupun orang lain. Padahal Rasulullah sudah mengingatkan dari sifat marah yang tidak pada tempatnya, sebagaimana beliau bersabda kepada seseorang sahabat yang meminta nasehat : " Janganlah kamu marah." Dan beliau mengulangi berkali-kali dengan bersabda : "Janganlah kamu marah." (HR. Bukhari). Dari hadist ini diambil faedah bahwa marah adalah pintu kejelekan, yang penuh dengan kesalahan dan kejahatan, sehingga Rasulullah mewasiatkan kepada sahabatnya itu agar tidak marah.

Tidak berarti manusia dilarang marah secara mutlak. Namun marah yang dilarang adalah marah yang disebabkan oleh dorongan hawa nafsu yang menyebabkan pelakunya melampaui batas dalam berbicara, mencela, mencerca dan menyakiti saudaranya dengan kata-kata yang tidak terpuji, yang mana sikap ini menjauhkannya dari kelemah lembutan. Didalam hadist yang shahih Rasulullah bersabda : "Bukanlah dikatakan seorang yang kuat dengan bergulat, akan tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah." (Muttafaqun 'Alaih).

Ulama telah menjelaskan berbagai cara untuk menyembuhkan penyakit marah yang tercela yang ada pada seorang hamba, yaitu :

1. Berdoa kepada Allah "Azza wa Jalla yang membimbing dan menunjuki hamba-hamaba- Nya ke jalan yang lurus dan menghilangkan sifat-sifat jelek dan hina dari diri mereka. Allah berfirman : "Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan." (Ghafir : 60).

2. Terus menerus berdzikir pada Allah seperti membaca Al-Qur'an, bertasbih,
bertahlil dan istighfar karena Allah telah menjelaskna bahwa hati manusia akan tenang dan tentram dengan mengingatn-Nya. Dia berfirman : "Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram." (Ar-Ra'd : 28).

3. Mengingat nash-nash yang menganjurkan untuk menahan amarah dan balasan bagi orang yang mampu menahan amarahnya, seperti sabda Nabi : "Barangsiapa yang menahan amarahnya sedangkan ia sanggup untuk melampiaskannya, (kelak di hari kiamat) Allah akan memanggilnya dihadapan para makhluk-Nya hingga menyuruhnya memilih salah satu dari bidadari surga, dan menikahkannya dengan hamba tersebut sesuai dengan kemauannya." (HR. Tirmidzi, ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, lihat Shahihul jami' No.6398).

4. Merubah posisi ketika marah, seperti jika ia marah dalam keadaan berdiri maka hendaknya ia duduk, dan jikalau ia duduk hendaklah ia berbaring, sebagaimana perintah Rasulullah dalam sabda beliau : "Apabila salah seorang diantara kalian marah sedangkan ia dalam posisi berdiri, maka hendaklah ia duduk. Kalau telah reda/hilang marahnya (maka cukup dengan duduk saja), dan jika belum hendaklah berbaring." (Al-Misykat 5114).

5. Berlindung dari setan dan menghindar dari sebab-sebab yang akan membangkitkan kemarahannya. Demikianlah jalan keluar untuk selamat dari marah yang tercela. Dan betapa indahnya perilaku seorang muslim jika dihiasi dengan kelemah lembutan dan kasih sayang, karena tidaklah kelemah lembutn berada pada suatu perkara melainkan akan membuatnya indah. Sebaliknya, bila kebengisan dan kemarahan ada pada suatu urusan niscaya akan menjelekkannya. Yang demikian ini telah disabdakan oleh
Rasulullah dalam hadist berikut : "Tidaklah kelembutan itu berada pada sesuatu kecuali akan menjadikannya jelek. "(HR. Muslim) Allah Subhanahu wa ta'ala mencintai kelembutan, sebagaimana sabda Rasulullah : " Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan menyenangi kelembutan dalam segala usrusan. Dan Dia memberikan pada kelembutan apa yang tidak diberikan-Nya kepada kebengisan."(HR. Muslim). Bersegeralah menghiasi diri dengan akhlak terpuji yang dimiliki rasulullah dan dicintai Allah ini. Dan
jauhilah kemarahan, kebengisan dan ketidak ramahan, karena yang demikian akan menghinakan derajat pelakunya dan membuat keonaran dikalangan manusia serta menimbun dosa disisi Allah ta'ala. Ingatlah selalu sabda Rasulullah :

"Barangsiapa yang dihalangi untuk berakhlak lembut, maka ia akan dihalangi dari seluruh kebaikan."(HR Muslim)

Wallahu a'lam

Kiriman sdr. Fajar Sidiq tgl 26/jan/2006

Read More..

Jumat, 30 Mei 2008

Keistimewaan Wanita : Syahid karena mati hamil

Dari Jabir bin 'Atik, Rasulullah saw. bersabda: "Mati syahid ada tujuh, selain mati terbunuh dalam perang fii sabilillah, yaitu: (1) mati karena penyakit tha'un , (2) mati karena tenggelam ,(3) mati karena penyakit lambung ,(4) mati karena sakit perut, (5) mati karena terbakar, (6) mati karena tertimpa reruntuhan, dan (7) perempuan yang mati karena hamil/melahirkan." (HR.Ahmad,Abu Dawud,Nasa'i,dan Malik)

Rasulullah saw. menjelaskan betapa istimewanya nasib wanita yang hamil jika dia meninggal dalam masa hamilnya. Allah memberikan jaminan kepada yang bersangkutan mendapatkan surga sebagaimana janji yang Allah berikan kepada kaum laki-laki yang mati syahid di medan perang untuk membela agama Allah. Kedudukan yang demikian tinggi bagi wanita yang meninggal saat melahirkan menunjukkan betapa besar harkat yang Allah dan Rasul-Nya berikan kepada kaum wanita.

Kaum wanita mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam pengembangbiakan jenis manusia yang Allah tempatkan di muka bumi ini. Pengembangbiakan hanya dapat berjalan secara wajar melalui kehamilan kaum wanita dari suami-suami mereka. Kesediaan kaum wanita untuk hamil dengan resiko yang sangat tinggi layak sekali, bahkan sudah seharusnya mendapatkan balasan yang besar pula dari Allah. Balasan yang seimbang dengan resiko yang dipikul oleh kaum wanita yang hamil adalah surga di akhirat kelak.

Kaum wanita muslim seharusnya menyadari bahwa kehamilan mempunyai fungsi yang sangat strategis karena alasan berikut:

1. Dengan kehamilan, manusia mengemban amanat Allah untuk mengembangbiakkan jenis manusia yang Allah tempatkan di muka bumi ini sebagaimana Allah firmankan dalam QS. An-Nisaa'(4):1
"Wahai manusia, taatlah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari satu diri dan Dia menciptakan dari satu diri itu pasangannya dan dari mereka berdua Dia kembang biakkan laki-laki dan wanita yang banyak..."

2. Kehamilan merupakan buah dari penyaluran dorongan seksual laki-laki dan wanita secara bersih dan sehat pada tempat yang telah Allah siapkan bagi tumbuhnya benih baru manusia. Dengan demikian, pergaulan antara laki-laki dan wanita terikat dalam satu tanggung jawab yang pasti untuk membangun kehidupan yang dikehendaki olah Allah

3. Kehamilan menyempurnakan sifat kewanitaan seorang wanita karena dengan kehamilan itu ia dapat merasakan proses memelihara anak yang ada di dalam kandungan yang kelak akan lahir ke bumi. Anak-anak ini memerlukan perlindungan, pemeliharaan, kasih sayang, asuhan, dan didikan secara terus menerus dan tanpa kenal lelah. Untuk itu, perlulah wanita memiliki pengalaman dengan penuh penderitaan dalam menghayati proses kejadian manusia supaya kelak setelah anaknya lahir dapat melindunginya dengan sempurna. Dengan penghayatan, pengalaman, dan penderitaan yang selalu melekat pada diri wanita yang hamil, tumbuhlah perasaan kasih sayang yang sangat mendalam kepada putra-putrinya sehingga mereka terus didampingi dan diharapkan pada tujuan hidup yang berbahagia

Karena alasan-alasan inilah Allah memberikan kelebihan kepada kaum wanita sehingga bila ia mati dalam masa hamilnya, ia mendapatkan keistimewaan yang luar biasa dihadapan Allah. Ia menjadi seorang syahid yang mendapatkan jaminan surga. Akan tetapi, bila kehamilannya dari hasil zina, matinya saat hamil atau melahirkan ini adalah mati sia-sia.

Kiriman sdr. M Zoehry tgl 19/des/2003

Read More..

Rabu, 21 Mei 2008

Hikmah Al Qur'an : Al Fatihah ayat 2 :

Bila kita dipuji, segeralah ingat aib, dosa, maksiat dan kekurangan yang kita miliki agar kita tidak terkecoh. Segeralah memuji Allah yang menutupinya


Kiriman Ibu Sri Wahyuningsih tgl 26/sept/200

Read More..